Modern artinya mutakhir, atau akhir jaman. Kalau kita membicarakan modernisasi, artinya kita tengah membahas konteks kultural gaya hidup masa kini. Coba kita tanya salah satu remaja yang hidup diperkotaan. Sudah cukup modernkah anda? Orang itu akan segera berdiri, memperlihatkan penampilannya dengan congkak. “Tidak lihatkah celana jeans bladus yang saya pakai? Kaca mata hitam, Rambut saya yang merah royo-royo persis kaya kembang jambu bol. Tidak cukupkah penampilan sekeren ini untuk disebut modern?”
Begitulah asumsi para remaja mengejawantahkan arti modern secara dangkal. Jangan katakan diri anda modern, kalau anda belum berani merubah penampilan anda menjadi bule celup. Jangan katakan diri anda modern, kalau anda belum nyicipi makanan direstoran panggang iga, atau setidaknya godoh ayam ala Amerika. Jangan katakan diri anda modern, kalau anda belum pernah mabuk didiskotik sampai pagi. Jangan katakan diri anda modern, kalau tidak bisa rengeng-rengeng lagu rock, metal, blus, raff, dan suara serak Bon Jovi. Pokoknya kalau bicara soal modern, kiblatnya kebarat.
Dikota-kota besar, moralitas dunia modern demikian mencengangkan. Mendirikan bulu roma sekaligus mengagumkan. Suami istri sibuk setiap hari, sehingga masing-masing pihak tak memungkinkan mengontrol suaminya atau istrinya, apakah tidak membolos kerja barang sejam atau dua jam untuk pergi bersama pacarnya kemotel yang bertebaran dimana-mana. Itulah fenomena kota besar. Tidak ada kontrol sosial. Intuisi modern telah menyiapkan peluang yang canggih untuk setiap perselingkuhan.
Para orang tua mencarikan tempat kost bagi putra putrinya tercinta yang menuntut ilmu dikota lain. Menyiapkan dana pendidikan yang selayaknya, serta mencukupi kebutuhan pinansial sehari-hari. Tidakkah kemudian anak-anak manis itu mengangkangi orang tuanya, dengan memasukan pacar-pacarnya kedalam kamar dan melakukan senggama.
Ditempat-tempat pelacuran tidak sedikit para suami yang mengantar istrinya sore hari untuk berjualan daging mentah dan menjemputnya setelah dini hari.
Didunia hiburan ada banyak bintang film atau model yang menganut faham liberal. Mereka adalah wanita-wanita cantik yang berani menelanjangi diri didepan kamera. Memamerkan susu, paha dan udelnya. Bintang Film liberal, adalah wanita cantik yang bersedia berada dibalik selimut tanpa busana dengan bintang film laki-laki. Bercipokan, memamerkan syahwat, ironisnya lagi suaminya menonton dibelakang kamera. Dan sang artis berkata, “ Suami saya sangat memahami karier saya, dia modern.”
Ada ratusan bahkan ribuan gadis-gadis belia menjajakan kehormatannya, hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan menganggap itu karier. Ada juga yang menyediakan tubuhnya untuk ditiduri pada penguasa asal dirinya diorbitkan. Didunia bisnis wanita menjadi alat negosiasi yang paling jitu. Itulah gambaran realitas dunia modern diperkotaan. Tak menutup kemungkinan sekian tahun kedepan, lewat derasnya jalur transformasi yang canggih, kebudayaan modern itu akan mengangkangi hingga kepelosok-pelosok pedesaan.
Tapi betulkah itu yang dinamakan modernisasi? Jangan-jangan kita salah. Kita telah melakukan kekeliruan dan kekhilapan dalam memanisfestasikan hakikat modern yang sesungguhnya. Bukankah ketika nabi Muhammad SAW diutus sebagai nabi, Allah berfirman. “Inilah nabi akhir jaman. Nabi yang paling sempurna. Tidak akan ada nabi lagi setelah Muhammad. Dan islam adalah agama yang paling Modern. Agama yang akan tetap relevan diberbagai jaman.” Ibarat kamera, Islam adalah kamera yang paling mutakhir. Kamera autofokus. Tidak perlu mencari-cari posisi, tinggal keker, puter dan klik. Jadi dalam islam,semua syariat beribadah dan mengatur hidup sudah tertuang dalam Al quran dan hadist.
Jadi arti modernisasi itu pada hakikatnya ialah manusia yang hidup dibatasi aturan. Dan aturan-aturan itu diciptakan Allah bukan untuk dirinya. Tapi untuk manusia itu sendiri. Allah tidak akan merasa rugi kalau kita tidak shalat. Allah tidak akan miskin kalau kita tidak sidekah. Allah tidak akan terangsang walau kita memajang fhoto bom sek yang bugil. Allah tidak akan iri, kalau kamu membawa pacar kamu kemotel seminggu sekali. Bahkan Allah sama sekali tidak bergeming walau seluruh umat manusia dimuka bumi ini melakukan bunuh diri kultural secara masal. Karena Allah sama sekali tak berkepentingan didalamnya.
Allah membuat aturan-aturan itu, supaya manusia mampu melakukan keharmonisan kultur dan alam. Mampu memelihara ekosistim. Untuk siapa? Untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Tapi begitu banyak orang tidak percaya. Mereka lebih suka memilih gaya hidup hedonisme, Amerikan minded. Karena mereka yakin itulah gaya hidup modern.Padahal kalau kita mau sedikit saja membuka mata, siapa yang paling civilition? Yang paling beradab dan berkeadaban? Siapakah yang paling berbudaya? Bangsa Amerika dan Erofa justru bangsa yang paling primitif sedunia. Bangsa yang paling biadab. Seks bebas, Aids, sodomi, homoseksual, lesbianisme, bapak memerkosa anaknya, Anak laki-laki memerkosa adiknya sekaligus ibunya, drug party, kriminalitas, Penganiayaan terhadap anak oleh ibunya sendiri, Diskriminasi, bahkan rasialisme masih bercokol kukuh. Karena hingga kini masih banyak kaum kulit putih yang anti kulit berwarna. Jadi pantaskah kita mengaku modern dengan berkiblat kesana? Jangan-jangan langkah kita bukannya maju, tapi malah mundur jauh kebelakang. Kejaman sebelum nabi Muhammad SAW diturunkan. Jaman kebodohan, Jaman para orang tua mengubur hidup-hidup bayi perempuannya. Yaitu jaman jahiliah. {PUSKA TANJUNG}
.
2 komentar:
book marks dulu dah...
setuju teh upus, "manusia modern adalah manusia yang tunduk pada aturan Allah".
mudah-mudahan banyak orang yang membaca tulisan ini, sehinga tidak terseret oleh pola pikir jahiliyah yang lebih tunduk pada kehendak perut (materialisme) dan di bawah perut (hedonisme).
Posting Komentar